Pesan-Pesan Bapak-Bapak Dikti Untuk Anak-Anaknya, Alumni Dan Mahasiswa Bidikmisi
Meskipun
telat pemberitaan, tapi mau tidak mau mimin harus mendaur ulang berita yang
agendanya dilangsungkan pada 30 Mei lalu. Kalau dipikir, memang sudah agak basi
sih. Tapi, kalau nggak di woro-worokan, hal-hal yang penting-penting bisa nggak
ke transfer, dan ujung-ujungnya nggak akan bakal ada yang tahu urgensi dari
agenda tersebut.
Narasi
singkatnya begini. Pada 30 Mei lalu, Pengurus Pusat Permadani Diksi Nasional
mendapat undangan dari Dirjen Belmawa dalam rangka silaturahmi kepengurusan
baru. Jadi usut—punya usut ini adalah agenda untuk saling sapa. Biar Dikti
mengakui Permadani Diksi, dan di lain pihak hubungan anak dan Bapak harus
dikondisikan dengan baik—biar nggak jadi hubungan rumit, semacam kecenderungan
anak-anak durhaka.
Ups..jangan
ditelan mentah-mentah ya kata-katanya!
Nah,
yang menarik, ternyata banyak pesan-pesan yang disampaikan oleh jajaran Dikti
kepada perwakilan alumni dan mahasiswa Bidikmisi Nasional ini. Agar pesan-pesan
itu juga sampai ke kita sebagai bahan perenungan, maka kami sampaikan beberapa
poin itu dalam bahasa yang santai dan tidak persis seperti aslinya.
Hei..kalau
kamu pengurus organisasi, pengurus RT, pengurus Karang Taruna atau pengurus
lainnya. Kamu harus bermental pengurus, jangan minta diurus—dan haram kalau
jadi urusan.
Tentu
mimin sudah menambahkan redaksinya biar seru, tapi pada intinya—mantapkan
niatmu dulu kalau mau jadi pengurus apapun juga. Jangan sampai kalian malah
merepotkan teman-teman yang kalian urus. Pengurus itu ya ngurusi, nggak boleh
rewel kalau temannya minta diuruskan sesuatu, serta nggak boleh takut kalau mau
memperjuangkan urusan-urusan teman-temannya. Pengurus harus siap dicela dan
disalah-salahkan.
Pengurus
itu bukan penguasa lho ya ! Jadi jangan sok keren kalau sudah jadi pengurus.
Pengurus itu modalnya harus rela mengalah, karena kalau mau jadi pengurus yang
baik itu harus ngalahan—siap dijadikan babu tanpa upah. Dan upahnya, ya
palingan jadi Kepala Suku Organisasi. Itupun nggak digaji. Cuman seneng aja,
kalau ada acara bisa pidato, duduk samping orang penting. Selebihnya—sengsara.
Kon
iku ojok padakno organisasi karo cangkruk, cak. Kamu harus dapat lebih dengan
berorganisasi. Harus dapat banyak latihan skill, karakter, jaringan dan
berbagai hal bermanfaat—lebih cepat dan lebih baik dari yang lainnya.
Kalau
pesen yang kedua ini, sebenarnya jelas-kan. Kunci utama organisasi itu nggak
pada program arisannya—bulan depan kemana, bulan depannya kemana lagi. Tapi
titik tekannya lebih pada pembentukan mental pembelajaran kita, semakin banyak
kawan dan jaringan maka akan semakin mempermudah segala sesuatunya. Dan jangan
puas dengan apa yang kamu dapatkan, terus belajar untuk lebih dan lebih baik
lagi.
Kalau
berorganisasi ya total. Pengurusnya totalitas, dan rancangan organisasinya juga
sudah punya desain yang baik. Mesti unit, compete, collaborate berjuang untuk
bangsa ke arah yang lebih baik.
Sudut
pandang organisatoris itu harus visioner kedepan dan jangan meraba-raba, jangan
dibuat mencoba-coba kalau belum ada perencanaan yang sistematis dalam simulasi
yang terkontrol. Intinya, dalam satu grup harus kompak, jangan ada kotak merah,
kuning dan hijau. Semua elemen juga mesti satu komando, kalau saatnya adzan
magrib ya harus berbuka, kalau sudah subuh, maka sahurnya harus dihentikan.
Maka berorganisasi itu juga butuh hitung-hitungan yang rasional juga.
Kata
Pak Dirjen Belmawa : “Saat ini ekspektasi pemerintah dari jumlah
peserta Bidikmisi sebanyak 350.000 ini adalah tidak hanya pandai secara
akademik tetapi juga memahami persoalan Indonesia. Begitu anda
lulus tidak cukup hanya “saya bekerja”, “keluarga saya bahagia”, tetapi harapan
kami adalah dapat memberikan kontribusi kepada Indonesia”
Wah,
wah…wah. Siap Pak. Walau nggak paham-paham amat sih, mau kemana dan akan
kemana. Tapi yang penting dari kata Pak Dirjen ini ialah agar kita kantongi
dulu pesan beliau ini. Perkara realisasinya, jangan kita pikir pusing kalau
ujung-ujungnya memberatkan diri sendiri. Tapi kalau nggak memberatkan, sudah
selayaknya dipikirkan, agar Pak Dirjen nggak terlalu lama mengulang-ulang
pidatonya ini ke adik-adik kita lainnya. Paham kan ?
Mudah-mudahan
setelah anda lulus anda akan memberikan beasiswa. Orang-orang hebat
selalu memberikan rejekinya untuk dibagi.
Jleb…tembus
deh Pak.
Masalahnya,
kita-kita ini terlanjur ingin hebat, dan kalau sudah hebat pinginnya dapet
apa-apa. Tapi kami mau berusaha kog Pak, agar menjadi orang hebat tanpa dapet
apa-apa, tapi malah bisa memberi seperti yang Bapak harapkan.
Mohon
doanya ya Pak.
Sebelum
anda menuntut apa untuk negara, tunjukkan dahulu apa yang anda
lakukan untuk negara. Harapan kami generasi muda ini lebih mewarnai ke depannya
untuk bangsa ini.
Nasehatnya,
pas untuk mimin yang suka menuntut sana-sini pada negara—Eh salah ding, sama
pemerintah. Dan memang generasi baru ini, harusnya sudah kuno kalau modal
ngemis, nyusun proposal. Saatnya berdikari, swadaya sendiri. Mati hidup
bermartabat. Ketimbang nuntut sana sini ke negara tapi nol perjuangan dan
pengabdian.
Dan
point-point itulah yang bisa mimin sajikan untuk dapat kita ambil yang baik,
dan kita buang yang buruk-buruk dari mimin. Karena apapun juga, kita para
alumni punya tanggungjawab untuk merenungkan apa yang menjadi espektasi
Bapak-Bapak kita yang mengurusi Negara ini. Dan Bapaknya anak-anak Bidikmisikan
Dikti, Pak Belmawa. Maka apapun dhawuh mereka, harus kita perhitungkan.
Salam
Perjuangan.
Post a Comment