Lulus Cumlaude S2 di Inggris, Alumni Bidikmisi ini Kini Lolos Beasiswa S3 di Jepang
“Jangan sampai kemiskinan jadi penghalang, untuk bisa berprestasi meraih cita-cita”, begitulah
petikan syair Mars
Bidikmisi yang telah lama
menjadi prinsip hidup
saya. Bahkan, jauh sebelum
menjadi penerima Bidikmisi.
Saya
terlahir dari keluarga sederhana di daerah Temanggung, Jawa Tengah. Ibu saya
meninggal saat saya berumur 23 bulan. Sejak saat itulah saya diasuh dan tinggal
bersama-sama dengan nenek saya. Penyakit kanker payudara yang telah merenggut
nyawa ibu saya itu, konon membuat saya tidak sempat menikmati ASI sejak lahir.
Menjadi seorang anak piatu tentunya bukan perkara yang mudah, namun saya
bersyukur masih memiliki ayah, nenek dan kakak-kakak yang sangat menyayangi
saya.
Ayah
saya adalah pekerja serabutan dengan penghasilan tak menentu, sedangkan nenek
saya yang sudah lanjut usia setiap pagi berjualan rempah-rempah di pasar dengan
penghasilan yang tidak seberapa pula. Kondisi tersebut justru menjadi motivasi
saya untuk sekolah dengan sungguh-sungguh agar dapat mengangkat martabat
keluarga, sehingga sejak Sekolah Dasar (SD) saya selalu mendapat peringkat 1 paralel
dan beasiswa dari sekolah.
Pada
saat saya harus memutuskan untuk melanjutkan pendidikan ke jenjang Menengah
Atas, keluarga meminta saya melanjutkan sekolah ke SMK supaya setelah lulus dapat
segera bekerja. Padahal saya ingin
sekolah di SMA agar bisa melanjutkan pendidikan tinggi. Namun, saya pun tetap
berusaha menjalani masa-masa belajar dengan sebaik mungkin di SMK, alhasil saya
memperoleh peringkat 1 paralel dan menjuarai berbagai kompetisi hingga ke tingkat
nasional. Belum lulus SMK, saya sudah diangkat sebagai karyawan tetap suatu
perusahaan multinasional. Sambil bekerja itulah, saya kemudian juga mendaftarkan
diri untuk kuliah.
Tahun
2010 merupakan tahun dengan pilihan yang berat, karena saya harus memilih. Tetap
bekerja atau kuliah di Universitas Sebelas Maret (UNS) dengan bantuan
pendidikan Bidikmisi. Akhirnya saya memutuskan untuk kuliah di UNS dan terpaksa
harus keluar dari perusahaan multinasional tersebut, demi mengejar mimpi.
Pribadi yang Berprestasi dan Bermanfaat
Sebagai penerima bantuan
pendidikan Bidikmisi,
saya berkomitmen untuk menjadi mahasiswa
aktivis, namun tetap unggul dalam prestasi. Saya memiliki prinsip bahwa ketika ada AKU
(Azzam (kemauan), Kemampuan, dan Usaha) yang diusahakan dengan cara TOP
(Tangguh, Optimis, dan Pantang menyerah), maka insya Allah sukses akan bisa
kita raih dengan lebih mudah. Dari sini saya belajar dan berhasil membuktikan
bahwa orang dengan kemauan yang kuat dapat mengalahkan orang yang berkemampuan
hebat.
Saya juga
ingin meruntuhkan
paradigma sebagian besar orang yang mengira bahwa aktivis “biasanya” tidak memiliki prestasi akademik yang
baik dan akan lulus lebih lama dari kebanyakan mahasiswa lainnya.
Tercatat lebih dari 5 organisasi yang pernah saya ikuti selama menjadi
mahasiswa. Kelimanya itu
ialah International Association of
Student in Agricultural and Related Sciences (IAAS),
Kelompok Studi Ilmiah, Forum Ukhuwah dan Studi Islam, Forum Solo Hijau, Ikatan
Mahasiswa Berprestasi UNS, Studi Ilmiah Mahasiswa, Permadani Diksi Nasional, dan Forum Indonesia Muda. Alhamdulillah dengan ijin Allah dan melalui
bantuan pendidikan Bidikmisi, walaupun saya aktif di banyak organisasi, saya
berhasil meraih IP cumlaude di setiap semester bahkan pernah juga
mendapatkan IP sempurna 4.0.
Satu impian
terbesar saya
ketika menjadi mahasiswa adalah meraih predikat Mahasiswa Berprestasi tingkat
Fakultas Pertanian UNS dan berharap bisa masuk 3 besar tingkat UNS. Saya ingin menjadi
bukti bahwa alumni SMK juga mampu berkompetisi dengan alumni SMA dan MA serta
mampu menjadi inspirasi bagi mahasiswa lainnya. Saya pun mempersiapkan diri
untuk menghadapi kompetisi pemilihan Mawapres sejak
semester 1. Hingga akhirnya
pada saat pemilihan
Mawapres tahun 2013, saya memiliki lebih dari 70 sertifikat yang mendukung
penilaian saya dalam kompetisi Mawapres tersebut.
Walaupun sempat gagal di seleksi Mawapres 2012,
Alhamdulillah dengan ijin Allah, saya berhasil menjadi jawara Mawapres tingkat
Fakultas Pertanian mewujudkan mimpi saya tersebut. Bahkan hasilnya melebihi apa
yang saya targetkan. Sempat memang
terbersit perasaan berkecil hati saat mengikuti
kompetisi Mawapres ini, karena saya hanya berasal dari Fakultas Pertanian (FP). Sedangkan, dari sejarah kompetisi Mawapres UNS, FP belum pernah
masuk nominasi 3 besar. Namun, berkat semangat pantang
menyerah, saya justru berhasil mengukir sejarah baru sebagai
mahasiswa FP pertama yang meraih predikat Mahasiswa Berprestasi Utama
Universitas Sebelas Maret, bahkan menjadi 15 Finalis Mahasiswa Berprestasi
tingkat Nasional tahun
2013. Ini
merupakan sebuah pencapaian yang awalnya saya anggap “Impossible”, tetapi ternyata atas ijin
Allah bisa saya ubah menjadi “I’m Possible!”.
Selain harus berprestasi,
menjadi pribadi yang bermanfaat merupakan salah satu misi hidup saya. Oleh
karena itu, ketika menjadi mahasiswa, saya aktif dalam berbagai kegiatan sosial
kemasyarakatan. Visi saya adalah menjadi pribadi yang baik dengan memberikan
kebermanfaatan bagi orang lain, seperti yang Rasulullah sabdakan dalam
haditsnya “Sebaik-baik manusia adalah
yang bermanfaat bagi orang lain”.
Saya meyakini bahwa tugas seorang mahasiswa tidaklah
sekedar belajar saja, akan tetapi saya merumuskan tugas mahasiswa adalah 5B+1
yaitu Belajar, Berkarya, Berprestasi, Bermanfaat, Bermartabat, dan senantiasa
Bersyukur kepada Sang Kholiq. Sesuai
dengan hal tersebut, setelah lulus, aktivitas yang saya geluti lebih banyak berfokus pada pengembangan
dan pemberdayaan masyarakat dalam rangka berbagi kebermanfaatan untuk membangun
Indonesia.
Saya sadar, Indonesia adalah negeri yang kaya akan tetapi
saat ini Indonesia juga sedang kaya akan masalah. Saya ingin menjadi salah satu
bagian dari solusi atas permasalahan yang ada di Indonesia. Oleh karena itu,
berkarya dan bermanfaat menjadi pilihan saya untuk memberikan sumbangsih solusi
atas masalah yang ada di Indonesia.
Upaya menjadi pribadi
yang bermanfaat juga saya lakukan melalui aktivitas di berbagai organisasi. Pada tahun 2014
saya beserta 24 mahasiswa Bidikmisi lain dari
seluruh Nusantara diberi amanah oleh Dikti
menjadi Badan Perumus Persatuan Mahasiswa dan Alumni Bidikmisi Nasional (Permadani Diksi Nasional) dan mendirikan sebuah forum
komunikasi Bidikmisi nasional
yaitu Permadani Diksi Nasional (PDN) di mana saya mengemban amanah sebagai
koordinator Badan Pengawas
pada tahun 2015-2017. Saya juga tergabung dalam Forum Indonesia Muda
angkatan 18—sebuah perkumpulan pemuda Indonesia tingkat nasional.
Tahun 2014
adalah tahun yang penuh ujian bagi saya. Ayah saya meninggal dunia pada bulan
Mei 2014, beberapa bulan sebelum saya menyelesaikan program sarjana saya. Namun
saya yakin setiap ujian kesabaran pasti akan menuai syukur yang tak terhingga.
Sehingga ujian itu tidak meredupkan semangat saya untuk menggapai impian-impian
selanjutnya. Alhamdulillah dengan ijin Allah, saya dapat lulus cumlaude dan sebagai wisudawan
terbaik se-Fakultas Pertanian UNS pada
wisuda periode Desember 2014 dengan IPK 3,81.
Membidik Mimpi di Britania Raya
Selepas
wisuda sarjana, saya mempersiapkan diri untuk meraih impian selanjutnya, yakni
kuliah ke luar negeri. Sebenarnya tak pernah terbesit dalam benak saya untuk
bisa mengenyam Pendidikan S-2 di Britania Raya. Sebelumnya, saya bermimpi untuk
bisa melanjutkan studi di Kerajaan Arab Saudi, namun ternyata pilihan itu
mungkin bukan yang terbaik untuk saya. Hingga akhirnya saya mendaftar dan
diterima beasiswa afirmasi LPDP untuk alumni Bidikmisi ke University of Leeds,
Inggris dengan program M.Sc Food Science and Nutrition.
Studi
di Britania Raya bukanlah perkara mudah, teringat betul perjuangan saya meraih nilai
IELTS minimal 6.5 sebagai prasyarat diterima di University of Leeds. Alhamdulillah
LPDP memberikan fasilitas program pengayaan Bahasa untuk awardee beasiswa
Afirmasi selama 6 bulan dengan 2 kali tes IELTS secara gratis hingga saya bisa
memenuhi prasyarat tersebut. Hari pertama kuliah di Leeds juga cukup
mengejutkan, karena materi kuliah yang cukup kompleks dengan dosen penutur
aksen British yang terasa asing didengar oleh telinga saya, sehingga di
hari pertama kuliah nampaknya saya tidak mendapatkan pemahaman apa-apa. Hal ini
sempat membuat saya pesimis, apakah saya bisa lulus program ini dengan hasil
yang baik?
Selama
studi di Britania Raya, saya berusaha mempertahankan tradisi saya menjadi
aktivis organisasi. Saya diamanahi sebagai ketua Perhimpunan Pelajar Indonesia
di Leeds (PPI Leeds) dan juga aktif sebagai sukarelawan program universitas Get
Out Get Active. Alhamdulillah PPI Leeds periode kepengurusan saya bersama
teman-teman berhasil mendapatkan penghargaan dari PPI United Kingdom sebagai PPI cabang klaster A terbaik. Dengan
bergabung sebagai sukarelawan GOGA, saya bisa menjelajah keindahan alam
Britania Raya secara gratis, dan tercatat lebih kurang 64 kota dan desa di
Britania Raya telah saya kunjungi dan nikmati keindahannya.
Ujian
semester pertama di University of Leeds membuat saya was-was, hal ini
dikarenakan materi ujian yang banyak hafalan dan cukup kompleks. Alhamdulillah
walaupun agak pesimis dengan hasil belajar saya, Allah memudahkan saya
menghadapi ujian dengan hasil yang memuaskan, nilai setara dengan A untuk mata
kuliah yang kompleks itu. Pada ujian semester kedua, ada 6 mata kuliah yang
diujikan berturut-turut, saya pun berusaha lebih keras untuk mempersiapkan
semuanya. Akan tetapi, saya gagal di salah satu mata kuliah, dan nilai rata-rata
keseluruhan saya ketika itu hanya 64.5, artinya saya menjauh dari target
mendapatkan predikat “Pass with Distinction”, klasifikasi terbaik
lulusan S2 di Britania Raya. Untuk mendapatkan predikat itu, nilai proyek riset
(tesis) saya harus minimal 82, sedangkan nilai tertinggi yang pernah saya dapatkan
selama ini barulah 75. Pada saat pengumuman nilai tesis, atas izin Allah, nilai
yang saya dapatkan persis 82. Sesuatu yang sangat mengejutkan, sehingga
Alhamdulillah saya bisa mencapai target kelulusan dengan Distinction. Capaian ini tentunya tidak lepas dari beasiswa LPDP
yang mendukung penuh kebutuhan saya selama studi sehingga saya bisa fokus
belajar tanpa memikirkan kendala biaya hidup dan yang lainnya.
Perjuangan Belum Usai
Saya
percaya bahwa satu impian akan terkoneksi dengan impian-impian lainnya. Ketika
sebuah impian disertai dengan niat kontribusi untuk membangun negeri, maka
tiada kata lelah dan menyerah dalam berjuang. Perjalanan saya masih panjang
untuk meraih impian terbesar saya, yaitu menjadi guru besar di bidang pangan.
Saat ini saya mendapat beasiswa Monbukagakusho (MEXT) dari pemerintah Jepang untuk
S3 double degree di Gifu University,
Jepang dan UNS yang insya Allah akan dimulai pada akhir tahun 2018. Lagi-lagi ada
skenario terbaik yang Allah berikan sebagai penghubung cita-cita saya. Pada
akhirnya saya percaya bahwa impian setinggi apapun bukan hal yang Impossible bagi siapapun dan berlatar belakang
apapun—meskipun memiliki banyak keterbatasan, karena ada Sang Kholiq yang tidak
pernah lelah menghimpun do’a serta melihat hamba-Nya yang bersungguh-sungguh
berusaha mengejar asanya. [ * ]
Rachmad Adi Riyanto
Post a Comment